SAATNYA AYAH MENGASUH (FAMILY AND FITRAH BASED EDUCATION) Part 2
Oleh : Depy Eka Rachmawati
Sebuah
penelitian menyebutkan bahwa dewasa ini, Indonesia menjadi bagian dari negara
yang mengalami fatherless country
atau negara tanpa ayah (Sundari (2013) dalam Asy’ari dan Ariyanto (2019)).
Bukan berarti tidak punya ayah, namun peran ayah yang pasif dalam pengasuhan.
Ayah sibuk mencari nafkah, pergi pagi pulang malam, sehingga minim waktu
membersamai tumbuh kembang anak. Padahal, dalam penelitian Pougnet, dkk (2011)
menemukan adanya peningkatan kognitif anak, kontrol perilaku yang baik, dan
nilai IQ yang lebih tinggi pada anak yang fathering
dibandingkan dengan anak-anak yang fatherless.
Pada Perkembangan emosional dan well-being,
ayah yang terlibat aktif dan mempunyai interaksi positif dapat mengembangkan
emosi positif sehingga anak mampu menangani situasi yang mengancam
keberadaannya, mampu bertahan dan menghadapi stress, mempunyai keingintahuan
yang tinggi untuk mengekplorasi lingkungannya, lebih bersikap dewasa kepada orang
asing, mampu memberikan respon terhadap stimulus yang baru dan kompleks dan
mencapai kepuasan dalam kehidupan sehingga mengurangi kecenderungan anak
mengalami depresi (Vinayastri, 2017).
Selain
itu, jika kita mengutip sebuah ayat dalam Al-Qur’an, Allah berfirman dalam
Surah At-Tahrim (66) ayat 6 : “Hai Orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu
dan keluargamu dari siksa api neraka, yang bahan bakamya dari manusia dan batu,
penjaganya malaikat yang kasar, keras, lagi tidak mendurhakai Allah terhadap apa
yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan
diperintahkan". Seruan yang ini mengacu kepada laki-laki karena Kuu Anfusakum Wa Ahlikuum Naar, dengan
demikian ayah yang ditegur untuk menjaga keluarganya dari siksa api neraka.
Ayat tersebut merupakan peringatan keras agar ayah wajib turut serta dalam
pendidikan di keluarga (Vinayastri, 2017).
Sampai
saat ini, masih sedikit yang paham bahwa ayah memiliki tugas sentral dalam
pengasuhan anak-anaknya. Sebab sebagian besar karakter-karakter unggul adalah
hasil dari keterlibatan ayah dalam pengasuhan anaknya. Pada hakikatnya, urgensi
keterlibatan ayah dalam pengasuhan sudah Allah singgung dalam Al-Qur’an melalui
kisah-kisah terdahulu sebagai pembelajaran bagi umat setelahnya. Banyak sekali
dialog antara ayah dan anak sebagai implementasi proses pendidikan dalam
keluarga yang disebutkan dalam Al-Qur’an. Ada 14 ayat berisi dialog antara ayah
dan anak dalam Al-Qur’an (Vinayastri, 2017). Ayah memiliki peran besar dalam
mentransfer nilai-nilai kehidupan pada anaknya. Ayah berperan dalam memperkuat
fitrah-fitrah kemanusiaan yang dimiliki oleh anak. Terkhususnya lagi, ayah
berperan sangat besar dalam menyiapkan aqil balig anak- anaknya. Sehingga
ketika telah aqil balig anak benar-benar siap dengan karakter unggulnya sebagai
seorang muslim dalam menjalankan perannya dalam kehidupan sehari-hari dan
bertanggung jawab atas dirinya sendiri.
Dalam
hal kaderisasi pemimpin yang unggul, ayahlah yang tepat mendampingi prosesnya.
Ayah yang mendidik dan mentransfer visi pada anak- anaknya. Mengajarkan anak
untuk mampu berpikir akan potensi jangka panjang. Mengutamakan rasionalitas
dalam mengambil keputusan-keputusan, terutama keputusan besar. Karena fitrah
kepemimpinan dan rasionalitas, Allah titipkan pada laki-laki. Sehingga dalam
pengasuhan, porsi kaderisasi pemimpin dengan kualitas unggul menjadi tugas
utama seorang ayah. Mari kita mengingat kembali sebuah kisah yang sangat mashur
tentang penaklukan konstatinopel. Bukankah Muhammad Al Fatih memiliki relasi
yang dekat dengan ayahnya? Attachment
yang terbentuk antara Sultan Murad II dengan Muhammad Al Fatih, menjadi
jembatan untuk mentransfer visi dan nilai-nilai antara ayah dengan anaknya.
Sehingga, ketika Sultan Murad II telah meninggal dunia, beliau memiliki anak
yang siap untuk melanjutkan visinya. Inilah yang dinamakan visi peradaban. Dan
hal lain yang perlu disoroti ialah, usia Muhammad Al Fatih yang masih muda
dalam menjalankan peran ini. Itu artinya Sultan Murad II juga telah berhasil
dalam mempersiapkan aqil baligh sang anak.
Dari
fenomena yang menunjukkan kompleksitas problematika yang dihadapi oleh
anak-anak dan para pemuda saat ini, ternyata didasari oleh pola pengasuhan yang
tidak optimal dari orang tuanya. Pengasuhan yang hanya dihadiri oleh ibu, tanpa
kontribusi ayah dalam mengiring tumbuh kembang anaknya. Minimnya kehadiran ayah
dalam membersamai dan mentransfer nilai-nilai karakter pada anak. Rumah yang
semestinya menjadi madrasah utama bagi anak-anak, beralih fungsi hanya sebagai
tempat istirahat dan melepas lelah.
Islam
sebagai agama yang penuh rahmat, telah memberikan sebuah konsep pengasuhan yang
dapat digunakan untuk menyelesaikan semua permasalahan ini dan mengembalikan
kualitas generasi kita menjadi generasi Rabbani yang unggul dalam hal dunia
maupun akhirat. Yaitu dengan menjadikan rumah sebagai madrasah utama yang
memberikan pendidikan sejati pada generasi-generasinya. Serta memperkuat peran
ayah dalam pengasuhan untuk menumbuhsuburkan fitrah anak dan mentransfer
nilai-nilai karakter melalui kurikulum pendidikan keluarga yang dirancang
bersama ibu dan diimplementasikan dalam pengasuhan.
Daftar Pustaka
Ashari,
Yulinda. (2017). Fatherless In Indonesia and Its Impact on Children’s
Psychological Development. International Proceeding of Research Party : Let’s Capture The World
with Peace, Inspiration & Creativity, 35-40.
Asy’ari,
Hasyim dan Ariyanto Amarina. (2019). Gambaran Keterlibatan Ayah Dalam
Pengasuhan Anak (Paternal Involvement) Di Jabodetabek. INTUISI Jurnal Psikologi Ilmiah, Vol. 11: 37-44.
Hurlock,
Elizabeth B. (1968). Development
PsychologynA Life-Span Approach, Fifth Edition. Istiwidayanti dan
Soedjarwo. (1991). Jakarta: Penerbit Erlangga.
Rahayu,
Mulia. (2016). Konsep Fitrah Manusia dalam Al-Quran dan Implikasinya Dalam
Pendidikan Anak Usia Dini. Jurnal Pusaka,
Vol. 7: 1-12.
Santosa,
Harry. (2018). Fitrah Based Education
Version 3.5. Bekasi: Yayasan Cahaya Mutiara Timur.
Septiani,
Dinda dan Nasution, Itto Nesyia. (2017). Peran Keterlibatan Ayah dalam
Pengasuhan Bagi Perkembangan Kecerdasan Moral Anak. Jurnal Psikologi, Volume 13: 120-125.
Septiani,
Dinda dan Nasution, Itto Nesyia. (2017). Perkembangan Regulasi Emosi Anak
Dilihat Dari Peran Keterlibatan Ayah Dalam Pengasuhan. PSYCHOPOLYTAN Jurnal Psikologi, Vol. 1: 23-30.
Shapiro, J.L. (2003). The Good Father. Bandung: Penerbit
Kaifa.
Sulaiman,
M.Reza. (2019). “Anak Berhadapan Dengan Hukum tertinggi Poter Buram Perlindungan Anak di Indonesia” (online),
(https://www.suara.com/health/2019/07/23/071000/anak-berhadapan-
dengan-hukum-potret-buram-perlindungan-anak-di-indonesia?page=all, diakses
tanggal 7 Oktober 2020).
Sundari,
A. R., Herdajani, F. (2013). Dampak Fatherless Terhadap Perkembangan Psikologi
Anak. Prosiding Seminar National
Parenting, 256-271.
Utama,
Felldy. (2020). “Survei: 87 Persen Mahasiswa di Indonesia Salah Jurusan”
(online), (https://www.inews.id/news/nasional/survei-87-persen-mahasiswa-
di-indonesia-salah-jurusan, diakses tanggal 7 Oktober 2020).
Vinayastri,
Amelia. (2017). Negeri Tanpa Ayah Pendidikan Berbasis Keluarga. Jurnal Pendidikan PAUD, Vol. 2: 71-83.
Komentar
Posting Komentar