Memaknai Manusia Sebagai Makhluk yang Berakal dan Berkeyakinan

 

https://www.freepik.com

Oleh: Bidang Intelektual


Menerawang dari pusat diri tentang dasar sebuah keberadaan, apakah sesuatu itu berarti menjadi layak jika diberi label baik atau memang semua hal diciptakan baik dan berada dalam jangkauan akal? Bentuk dari kebermanfaatan diri adalah ketika seseorang mampu mengetahui bagaimana dirinya berguna bagi sosial dan berkontribusi atasnya, maka hal itu yang disebut sebuah keharmonian. Hakikat jati diri manusia akan muncul ketika dapat menjadi tangguh dengan melewati strom and strees. Supaya manusia dapat mengaktualisasi diri, maka diperlukan kacamata baru dalam mengartikan sebuah peristiwa sehingga tidak menjadi pribadi yang mudah goyah akan trend-trend yang tidak sesuai dengan nilai-nilai masyarakat maupun agama.

Manusia adalah makhluk yang memiliki struktur kompleks dalam menopang dan menjadikannya hidup. Dua hal yang menjadikan manusia itu hidup yaitu fisiologi sebagai sesuatu yang jelas dan psikologis sebagai alat kontrol diri. Jasad adalah hal yang membentuk sebuah perilaku dan manifestasinya, bersifat seperti besi yang dapat bergerak dan mengikuti gerakan magnet (pikiran).  Psikologis yang diuraikan menjadi perilaku, proses mental, fungsi mental dan tentunya akal manusia. Akal yang merupakan sebuah subtansi yang ada pada manusia, sesuatu yang diterjemahkan oleh perilaku dan mental. Akal menjadi hal pokok dalam memahami kebenaran yang ada, sebagai penahan nafsu dan keinginan yang mucul bebas pada setiap keinginan. Sesuatu hal kurang tepat bila memahami akal sebagai  alat yang berfungsi untuk merasionalkan dan mematerialiskan sesuatu, namun  akal adalah hal bersifat ilahi dan spiritual yang memunculkan sebuah intuisi. Secara garis besar manusia adalah makluk yang baik secara fisik maupun secara pola piker. Sebuah keajaiban yang rahasia dengan pikiran yang dapat melakukan ergonomi terhadap fisiknya menjadi sebuah keniscayaan bahwa manusia adalah makhluk paripurna dengan akalnya.

Sebagai makhluk yang bebas dan dengan leluasa menetukan pilihan, manusia dapat dengan mudah melukiskan apa yang menjadi keinginannya, termasuk sifat yang nantinya melekat pada dirinya. Fitrah adalah hakikat dari sifat manusia dalam bersosial dan faal, maka yang menjadikan mereka berwarna adalah lingkungan dan sosial terdekat, termasuk dalam hal ketimpangan. Dalam hal lain mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang tidak bermoral dan berinisiatif menggunakan akalnya untuk membentuk peraturan untuk meregulasi diri agar terhindar dari sifat negatif yang tertanam pada diri. Akal dan jiwa adalah komponen saling mengikat pada tubuh dan kebutuhan manusia terproyeksi oleh sifat. Manusia adalah aktor pada dirinya masing-masing, yang diberi anugerah free will dan free act, serta menjadi pribadi individualis untuk sebuah keyakinan dan capaian. Dengan predikat bebas pada diri membuat manusia terjebak pada kehampaan. Kehampaan yang tercipta dari gaungan kebingungan atas identitas dan fungsi diri, apakah manusia tercipta atas sebuah proses organik belaka, dari tanah menuju ke tanah?

Menjadi makhluk yang kaffah adalah tujuan dari kehidupan manusia yang mengetahui tugas kenapa dia diciptakan dan hadir di alam semesta ini. Dengan segala kemampuan dan kapasitasnya, maka manusia dapat memaksimalkan potensi yang dimiliki. Hakikat manusia adalah memahami asal usul dia diciptakan dan siapa yang menciptakan. Dengan demikian manusia akan mengetahui tugas dari kehidupannya. Tidak mungkin sesuatu muncul tanpa ada sebab musababnya. Di hadirkan pada sebuah alam yang terpijak dengan hamparan karunia dan diatapi langit keesaan, hadirnya diri sebagai perawat semesta yang luas dengan kesyukuran dan sempit atas keserakahan diri. Apa yang ada disekitar adalah jawaban dari kenapa manusia diciptakan, yaitu merawat, memahami dan bersosial.

Zoon politicon adalah konsep yang tepat untuk mengistilahkan manusia dari pemahaman awal tentang ketinggian derajat manusia atas makhluk lain yang didasari pada kepemilikan dan penggunaan akal. Manusia  yang nyatanya adalah hewan yang diberi akal untuk memahami dan merenungi kehidupannya dan lingkungan sekitarnya. Dalam proses hidup adanya sebuah sistem sosial di yang berlaku di dunia ini, manusia tidaklah hidup dalam kesendirian namun dengan berbagai simbiosis yang ada, beranekaragam sifat, karakter dan fisik. Diatas kita memahami bahwa manusia tercipta dari susunan yang kompleks, hal tersebut juga berlaku pada kebutuhan setiap manusia. Betapa sebuah keinginan ingin direalisasikan namun terasa berat karena perlu mempelajari semuanya sendirian serta memerlukan waktu yang lama dalam berproses, padahal hal tersebut merupakan sesuatu hal krusial yang manusia lakukan sehari-hari. Maka dari itulah manusia menjadi sebuah makhluk yang memiliki ketergantungan terhadap sesame, bahu membahu memaksimalkan potensi diri untuk saling menjunjung dan hidup di dunia.

Manusia adalah microcosmos atau miniatur semesta yang merefleksikan segala mineral, kebutuhan segala sesuatu yang hadir pada semesta ini. Manusia adalah poros jalan yang menyajikan masa depan dengan segala kemauannya, dari segala yang tercermin dan sebagai roda gerak dunia ini. Manusia patut menyandang amanah yaitu takdir kehidupan. Menjadi manusia adalah sebuah ketetapan, tetapi menjaga kemanusiaan kita adalah pilihan. Banyak konsekuensi yang lahir atas tujuan yang dipilih begitu halnya dengan ketika manusia tidak dapat memilih pilihan yang ada.

Batasan kehidupan berupa akal yang berbudi luhur yang senantiasa mengingatkan manusia akan fitrah diri yang suci dan baik. Tidak ada salahnya menjalani hidup. Namun segala sesuatu ada konsekuensinya. Apa yang ditanam berbuah sesuai dengan biji sifat dan kelakuan diri. Dengan mengetahui moralitas manusia juga sama saja berpegang pada tuas rem nafsu. Apabila manusia masih meyakini diri akan kehidupan sosial maka perlunya memiliki keyakinan akan etika dan norma. Sebuah kebebasan bukanlah sebuah tujuan utama dalam hakikat diri manusia, namun kebebasan adalah laju sebuah poros yang jika tidak dikontrol yang akan jatuh pada kehampaan diri, hilang cita-cita, serta hilang tujuan. Berdasarkan hasil penelitian Harahap (2020) dapat diketahui bahwa dari 300 orang mahasiswa yang dijadikan sampel penelitian, terdapat sebanyak 39 mahasiswa (13%) yang memiliki tingkat stres akademik kategori tinggi, sebanyak 225 mahasiswa (75%) memiliki tingkat stres akademik pada kategori sedang, dan sebanyak 36 mahasiswa (12%) memiliki tingkat stres akademik yang berada pada kategori rendah. Dilihat dari generasi mudanya, masih banyak yang bermental lemah dan kurang memahami akan makna diri.

 

Kebermaknaan diri adalah makna khusus yang dijadikan tujuan hidup. Secara teoritis kebermakanaan diri yaitu ketercukupan fisiologis dan psikologi yang dihasilkan dari ketersinambungan kehidupan yang baik dan mensyukuri serta meyakini setiap apa yang dilakukan. Setiap orang memiliki sebuah kebermaknaan hidup masing-masing, namun yang perlu dipahami adalah kebermaknaan hidup muncul ketika kita mengetahui tugas kehidupan dunia dan pemenuhan kebutuhan diri. Dengan dua rumusan tersebut didampingi dengan spiritualitas dapat mengangkat kualitas hidup yang awalnya sekedar bersinggah dalam suatu perjalanan menjadi pengabdian diri yang abadi dan kembali menjadi fitrah diri masing-masing. Disetiap hidup terdapat optimistis diri yang tercermin denggan kualitas hidup yang baik dan memiliki tujuan hidup.  Tercapainya kualitas hidup yang baik merupakan salah satu anggapan manusia bahwa dengan capaiannya akan membawa pada kebahagiaan yang hakiki.  

Kebahagiaan dari kacamata barat adalah ketika segala kebutuhan tercukupi seperti teori hierarchy of needs milik Maslow yang berpegang pada tercapainya aktualisasi diri akan membawa pada kebahagiaan. Namun sejatinya kebahagiaan dalam kacamata Islam lebih indah dari itu, seperti yang diungkapkan oleh Abu Hamid al-Ghazali, Ibnu Tufail, dan Syed Muhammad Naquib al-Attas bahwa kebahagiaan akan hadir ketika seseorang dapat sampai pada mengenal Allah atau makrifat Allah. Kebahagiaan tidak hanya sekedar terpenuhinya kebutuhan, baik jasmani maupun inderawi, namun segala kebahagiaan abadi diatas segala kenikmatan duniawi (Arroisi, 2019). Dalam Q.S. Al-Imran ayat 186:

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِى عَنِّى فَإِنِّى قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ ٱلدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا۟ لِى وَلْيُؤْمِنُوا۟ بِى لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”

Mengenal Allah SWT mengantarkan pada kebahagiaan yang hakiki. Dari ayat tersebut dapat dimaknai bahwa Allah SWT itu dekat tidak ada batasan baik ruang maupun waktu. Manusia dapat kapanpun dan dimanapun mengingat dan mengenal-Nya karena sesungguhnya manusia akan kembali pada-Nya.

 

 

 

 

 

Sumber Referensi :

Rumi, J. (2023). Fihi ma fihi. Penerbit Kakatua.

Faiz, F. (2020). Menjadi Manusia Menjadi Hamba. Noura Books.

Dahlan, A. A. Fungsi Akal Dalam Tasawuf Al-Ghazâlî (Master's thesis, Jakarta: Fakultas Ushuluddin Dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah).

Khomaeny, E. F. F. (2019). ISLAM DAN IPTEKS:(Al-Islam dan Kemuhammadiyahan III). EDU PUBLISHER.

Arroisi, J. (2019). Bahagia dalam Perspektif al-Ghazali. Kalimah: Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam17(1), 89-103.

Harahap, A. C. P., Harahap, D. P., & Harahap, S. R. (2020). Analisis tingkat stres akademik pada mahasiswa selama pembelajaran jarak jauh dimasa Covid-19. Biblio Couns: Jurnal Kajian Konseling dan Pendidikan3(1), 10-14.

`    

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PSIKOTERAPI ISLAM : TEORI DAN PRAKTIK MENGATASI GANGGUAN KEJIWAAN

MENGAPA KITA BISA INSECURE?

MENGENAL ISTILAH TOXIC PARENTING DAN PENGARUH POLA ASUH TERHADAP PSIKOLOGIS ANAK