DINAMIKA JIWA DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGI ISLAM
PRA-PSIKOLOGI
ISLAM (HAMKA, 1956)
Menurut Hamka jiwa adalah suatu jejak atau hasil dari interaksi
antara aspek-aspek jiwa tersebut, yaitu seperti akal, hawa nafsu dan kalbu. Konsep
jiwa yang di kemukakan oleh Hamka ini lebih menitikberatkan pada perseteruan
antara akal dengan hawa nafsu sebagai dua kekuatan utama dalam jiwa manusia, lain
halnya dengan kondisi kalbu yang akan menjadi kondisi jiwa secara keseluruhan
yang tergantung pada hasil perseteruan tersebut.
1.
Akal
Hamka menjelaskan bahwa akal adalah aspek jiwa manusia yang
berfungsi untuk mengikat hawa nafsunya, sebagaimana fungsi dari tali pengikat
ternak agar ternak tidak lari kemana-mana, akal manusia akan mengikatnya agar
ia tidak lepas kendali, dengan mudah dan serta merta mengikuti hawa nafsunya.
Dan menurut hamka akal digerakkan oleh tiga daya yang dimiliki jiwa, yaitu
fikiran (al-fikr), perasaan (al-wijdan) dan kemauan (al-iradah).
2.
Hawa
Nafsu
Menurut Hamka maksud dari hawa nafsu adalah nafsul amarah seperti
yang telah digambarkan dalam Al-Qur’an pada Qs. Yusuf:53 yaitu sebagai
kecenderung manusia yang lebih rendah dari pada binatang. Dan nafsu sendiri
adalah musuhnya akal yang ada pada jiwa manusia, terdapat beberapa sifat dari
nafsu yaitu:
a.
Memiliki
sifat bebas dan egosentris
b.
Bertujuan
hanyalah untuk kesenangan semata
c.
Bersifat
tidak pernah menyesal dan cenderung menghalangi akal untuk bertaubat
d.
Nafsu
sendiri cenderung berteman baik pada syaitan
3.
Kalbu
Hamka menyatakan bahwa hati adalah medan pertempuran yang
diperebutkan oleh akal dan nafsu, jika yang berkuasa adalah nafsu maka rusaklah
jiwa keseluruhannya. Dan kalbu ini akan mengikuti akal atau nafsu yang nantinya
akan menguasainya. Jika akal yang menang selamatlah hati dan selamatlah seluruh
jiwa.
PSIKOLOGI ISLAM (Mujib dan Muzakir, 2002)
Konsep jiwa yang ditawarkan lebih
menekankan keutamaan peranan kalbu sebagai pusat dari dinamika jiwa manusia.
1.
Substansi
Jasmani
Jasad atau jasmani ini merupakan suatu substansi manusia yang
terdiri atas struktur organisme fisik. Manusia akan hidup jika diberi energi
kehidupan yang bersifat fisik, energi yang dimaksud ini adalah nyawa yang
dimiliki oleh manusia. Jasad manusia ini memiliki natur tersendiri, al-Farabi
menyatakan bahwa komponen ini berasal dari alam ciptaan, yang memiliki bentuk,
rupa, berkualitas, berkadar, bergerak dan diam, serta berjasad yang terdiri
dari beberapa organ. Ibnu Rusyd berpendapat bahwa komponen dari jasad tersebut
merupakan komponen materi. Sedangkan pendapat Ibnu Maskawih menyatakan bahwa
badan sifatnya material, hanya dapat menangkap yang kongkrit dan tidak dapat
menangkap yang abstrak. Jika ia telah menangkap satu bentuk kemudian
perhatiannya berpindah pada bentuk yang lain maka bentuk pertama itu lenyap.
Ikhwanus al-Shafa juga berpendapat bahwa komponen ini naturnya indrawi, empirik
dan dapat disifati. Ia terstruktur dari dua substansi yang sederhana dan
berakal, yaitu baluya dan shurah.
2.
Substansi
Ruhani
Beberapa ahli menyebut ruh adalah sebagai badan halus (jism
lathif), dan ada yang substansi sederhana (jauhar basith), dan ada juga
substansi ruhani (jauhar ruhani). Ruh merupakan substansi yang memiliki
natur sendiri. Ibnu Sina menyebutkan bahwa ruh adalah kesempurnaan awal jisim
alami manusia yang tinggi yang memiliki kehidupan dengan daya. Sedangkan
menurut al-Farabi, ruh ini berasal dari alam perintah (amar) yang
memiliki sifat berbeda dengan jasad. Dikarenakan ia berasal langsung dari Allah
SWT, walaupun ia tidak sama dengan zat-Nya. Ruh ini terbagi menjadi dua bagian,
yaitu:
o
ruh
yang berhubungan dengan zatnya sendiri, ruh dalam pembahasan yang pertama ini
disebut dengan al-munazzalah, dan berkaitan dengan esensi asli ruh yang
diturunkan atau diberikan secara langsung dari Allah SWT kepada manusia. Ruh
ini diciptakan di alam ruh (‘alam al-arwah) atau di alam perjanjian (‘alam
al-mitsaq aw ‘alam al-‘ahd).
o
ruh
yang berhubungan dengan badan jasmani yang disebut dengan nafsaniah. Kehidupan
nafsani manusia ini dimotivasi oleh ruh al munazzalah, yang akan menerima pancaran nur ilahi yang suci,
yang menerangi ruangan nafsani manusia, meluruskan akal budi dan mengendalikan
impuls-impuls rendah.
3.
Substansi
Nafsani
Nafs ini dapat diartikan sebagai jiwa (soul), nyawa, ruh,
konasi yang berdaya syahwat dan ghadhab, kepribadian, dan substansi psikofisik
manusia. Nafs ini memiliki natur gabungan antara natur jasad dan ruh. Nafs
merupakan potensi jasad-ruhani (psikofisik) yang saling bersatu-padu
telah ada sejak manusia siap menerimanya. Substansi nafs memiliki potensi
ghazirah.
Menurut Mujib & Mudzakir (2002) jika
potensi ghazirah ini dikaitkan dengan substansi jasad dan ruh maka dapat dibagi
menjadi tiga bagian yaitu:
o
al-qalb
yang berhubungan dengan rasa atau emosi
o
al-aql
yang berhubungan dengan cipta atau kognisi
o
al-nasf
yang berhubungan dengan karsa atau konasi.
a)
Kalbu
Kalbu (al-qalb) adalah materi organik yang memiliki sistem
kognisi, yang memiliki daya emosi. Menurut Al-Ghazali kalbu terbagi menjadi dua
aspek yaitu kalbu jasmani dan kalbu ruhani. Kalbu jasmani merupakan jantung dan
kalbu ruhani adalah sesuatu yang bersifat halus, rabbani dan ruhani yang
memiliki hubungan dengan kalbu jasmani. Kalbu memiliki fungsi sebagai pemandu,
pengontrol, dan pengendali struktur jiwa yang lain. Jika kalbu berfungsi secara
normal maka kehidupan manusia akan menjadi lebih baik dan sesuai dengan fitrah
aslinya, sebab kalbu ini memiliki natur ilahiyah dan rabbaniyah, Natur ilahiyah
merupakan natur supra-sadar yang dipancarkan langsung dari Tuhan. Kalbu
memiliki fungsi di dalam Al-qur’an yaitu;
1)
Dari
fungsinya, kalbu memiliki, fungsi emosi yang menimbulkan daya rasa, fungsi
kognisi yang menimbulkan daya cipta, fungsi konasi yang menimbulkan daya karsa.
2)
Dilihat
dari kondisinya, kalbu memiliki kondisi:
· baik, yaitu kalbu yang hidup (al-hayy), sehat (salim),
dan mendapatkan kebahagiaan (al-sa’adah);
· buruk, yaitu kalbu yang mati (al-mayt) dan mendapatkan
kesengsaraan (al-saqawah); dan
· antara baik dan buruk, yaitu kalbu yang hidup tetapi berpenyakit (mardh)
b)
Akal
Menurut Mujid dan Mudzakir kedudukan akal terletak pada otak yang
memiliki cahaya nurani, dipersiapkan dan dipersiapkan memperoleh pengetahuan (al-ma’rifat)
dan kognisi (al-mudrikat). Akal memiliki arti sebagai energi yang mampu
memperoleh, menyimpan dan mengeluarkan pengetahuan. Mujid dan Mudzakir
berpendapat bahwa akal bukanlah kalbu, melainkan substansi nafsani tersendiri
yang berkedudukan di otak, memiliki fungsi untuk berpikir. Akal memiliki
kemampuan mencapai pengetahuan tetapi tidak mampu mencapai pengetahuan
supra-rasional. Akal mampu menangkap hal-hal abstrak tetapi belum mampu
merasakan hakikatnya. Akal dapat mengantarkan manusia ke tingkat kesadaran
namun belum mampu menghantarkannya ke tingkat supra sadar.
c)
Nafsu
Nafsu daya nafsani ini memiliki dua kekuatan, yaitu kekuatan
al-ghadhabiyah dan al-syahwaniyah. Al-ghadhab merupakan suatu daya yang
berpotensi untuk menghindari diri dari segala yang membahayakan. Dan Al-Syahwat
adalah suatu daya yang berpotensi untuk menginduksi diri dari segala yang
menyenangkan.Nafsu memiliki prinsip kerja untuk mengikuti prinsip kenikmatan
(pleasure principle) dan berusaha mengumbar hasrat-hasratnya. Prinsip kerja
nafsu hampir sama dengan prinsip kerja jiwa binatang, baik binatang buas maupun
binatang jinak.
Editor: Putri Imashia Rahman & Firsty Nurmeiliza
Halo sobat Al-qolam buat kamu yang karya tulis tapi di diemin aja, hmm sayang banget nggak tuhh. Dari pada bingung, yuk kirim tulisan mu ke emal: kspialqolamums@gmail.com, dan jangan lupa konfimasi yah: wa.me/6289628513503.
Note: Apabila tulisan kamu dalam 1 minggu belum kami upload, secara otomatis tulisan kamu belum diterima , nggak usah khawatir yahh, bisa di coba lagi. Terus semangat jangan lupa berkarya!!
Komentar
Posting Komentar