Islamic Techniques of Anger Coping: Studi Eksperimen Mengenai Strategi Meredakan Luapan Kemarahan
Foto
oleh Demeter Attila dari Pexels
Menurut Sartorius (2002), marah merupakan emosi yang membengkakkan mulut (swells
mouth), yang dapat membuat seseorang tidak mungkin berkata benar,
berpikir dengan benar, berpikir efektif, dan diskriminatif dalam bertindak.
Perilaku tersebut membuat seseorang yang sedang marah dapat dipersepsikan
sebagai orang yang buruk bagi orang lain yang melihatnya. Marah yang parah dan tidak terkontrol serta dapat menyebab kan efek
yang semakin parah pula. Marah yang ekstrem juga dapat memicu seseorang
bertindak kekerasan, berperilaku kriminal, bunuh diri, bahkan dapat mengambil
nyawa orang lain (Peacock, 2000).
Sebagai makhluk hidup, manusia memiliki bermacam-macam motivasi
mendasar seperti makan dan minum, seks, berkompetisi, dll. Marah dapat terjadi
ketika salah satu dari motivasi mendasar tidak terpenuhi karena ada hambatan
tertentu, sehingga dapat menyebabkan orang memberontak, melawan, dan berjang
mengalahkan atau menghilangkan hambatan tersebut untuk memenuhi motivasinya (Najati,
2004). Marah juga dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan seseorang
dalam berpikir, sehingga tidak mampu membuat keputusan dengan tepat (Najati,
2004). Segala perkataan dan perbuatan orang yang sedang marah akan
disesali pada kemudian hari. Selain berdampak terhadap psikologis, marah juga
memengaruhi fisiologis seseorang. Marah mengaktifkan kelenjar adrenal
untuk melepaskan hormon adrenalin, yang dapat membuat jantung berdetak lebih
cepat, sehingga dapat menyebabkan darah tinggi dan napas terengah-engah (Peacock,
2000). Oleh karena itu, sangat penting bagi setiap orang untuk untuk
dapat mengontrol amarahnya dengan menggunakan strategi coping yang tepat.
Islamic Techniques of Anger Coping
Menurut Shahsavarani dkk (2016), Islamic
Techniques of Anger Coping merupakan cara berpikir yang berasal dari
literatur Islami untuk menurunkan marah dan menumbuhkan keyakinan untuk
memaafkan (efficacy of forgiveness),
bersabar dan bertoleransi dalam diskusi, serta mempratikkan cara
untuk menekan kemarahan menuju titik awal sebelum marah.
Akan tetapi, Shahsavarani dkk (2016) telah
mengklasifikasikan metode utama dalam menekan kemarahan menurut Islam
berdasarkan Al-Qur’an dan hadis, di antaranya:
1.
Mengetahui
motif dan penyebab dari marah.
2.
Membandingkan
kerugian dari marah dengan keuntungan dari mengalah.
3.
Berfokus
mengingat hukuman dari Tuhan.
4.
Menghindari
individu-individu yang marah dan agresif.
5.
Berdiam
diri dan mengubah posisi.
6.
Menghalangi
sumber-sumber kemarahan.
7.
Sebelum
memulai tindakan, pikirkan berbagai konsekuensi dari kemarahan untuk melindungi
seseorang dari hal tersebut.
8.
Mengetahui
bahwa marah adalah penyakit hati yang menyebabkan turunnya rasionalitas dan
lemahnya kontrol diri.
9.
Mengetahui
bahwa kemarahan Tuhan terhadap seseorang lebih besar daripada kemarahan
seseorang terhadap target kemarahanan.
10.
Membaca
biografi dari orang yang sabar dan toleran.
11.
Memikirkan
wajah seseorang yang sedang marah.
12.
Memaafkan.
13.
Metode
dengan pendekatan perilaku.
14.
Membangun
hubungan pertemanan dengan temperamen yang baik.
Katarsis
Katarsis adalah menggambarkan apa yang dipikirkan dan dirasakan
melalui ekspresi fisik dan emosional untuk meredakan ketidaknyamanan psikologis
dalam diri seseorang (Schultz & Schultz, 2013).
Katarsis pertama kali dicetuskan oleh Josef Breuer, yang kemudian
mengajarkan teknik tersebut kepada Sigmund Freud yang digunakan dalam
proses psikoterapi (Feist & Feist, 2008).
Katarsis merupakan suatu aspek terapeutik dalam berbagai teknik psikoterapi (Corey,
2011). Dengan kata lain, dalam proses psikoterapi yang dilakukan oleh
psikolog, gangguan psikologis yang dirasakan oleh klien dapat mereda ketika
klien sedang menceritakan permasalahan yang sedang dihadapinya. Meskipun
katarsis efektif untuk meredakan berbagai gangguan psikologis dan emosi (misalnya,
depresi dan emosi sedih), Namun katarsis kurang efektif dalam menurunkan
marah. Menurut Penelitian dari Bushman (2002) menunjukkan bahwa
ketika subjek diminta untuk melampiaskan kemarahannya, kadar emosi marah yang
dirasakan subjek tidaklah menurun, tetapi justru meningkat. Namun, masih ada
anggapan yang tersebar di kalangan masyarakat bahwa marah sebaiknya dilampiaskan
agar kadar kemarahannya menurun.
Editor: Putri Imashia
Rahman & Firsty Nurmeiliza
Halo sobat Al-qolam buat
kamu yang karya tulis tapi di diemin aja, hmm sayang banget nggak tuhh. Dari
pada bingung, yuk kirim tulisan mu ke emal: kspialqolamums@gmail.com, dan
jangan lupa konfimasi yah: wa.me/6289628513503.
Note: Apabila tulisan
kamu dalam 1 minggu belum kami upload, secara otomatis tulisan kamu belum
diterima , nggak usah khawatir yahh, bisa di coba lagi. Terus semangat jangan
lupa berkarya!!
Komentar
Posting Komentar