ISLAMIC PSYCHOLOGY IN MODERN ERA
Pembicara : Machbub Aozai, S.Psi
Psikologi Islam berawal dari keresahan Prof. Malik Badri yang dituangkan dalam buku
Dilema Psikolog Islam. Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَتَتَّبِعُنَّ
سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ
دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ , قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ
وَالنَّصَارَى قَالَ : فَمَنْ
“Sungguh
kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal
dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke
lubang dhob (yang sempit sekalipun, -pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.”
Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah
Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” (HR. Muslim no.
2669).
Dari
hadits tersebut muncul keresahan-keresahan yang kemudian ditulis oleh Alm.
Prof. Malik Badri dalam buku yang berjudul The
Dilemma of Moslem Psychologist. Lahirnya buku ini memunculkan berbagai
respon dari berbagai dunia tidak terkecuali di Indonesia. Kemudian Indonesia membentuk forum diskusi psikologi islam yang
bernama Imammupsi pada tahun 1992. Pada tahun 1994, Imamupsi mengadakan
simposium psikologi islam pertama di UMS.
Psikologi Islam diartikan sebagai corak psikologi yang berlandaskan citra manusia yang
mempelajari keunikan dan pola perilaku manusia sebagai ungkapan pengalaman
interaksi dengan diri sendiri,linhkungan,dan keruhanian dengan tujuan
meningkatkan kesehatan mental dan kualitas keberagaman. Psikologi Islam
memiliki sumber yang jelas yaitu Al-Quran dan Al-Hadits.
Visi Psikologi Islam : Psikologi Islam
sebagai penopang lahirnya peradaban ilahiah yaitu peradaban yang meletakan
ketaatan kepada Allah SWT dan kecerdasan dalam mengembangkan diri sebagai
sandarannya. (nashori. 2003)
Dasar
Ideologis Psikologi Islam:
·
Masuklah ke dalam Islam secara kaffah
·
Dan tidak kami turunkan Rasul kecuali sebagai
rahmat bagi seluruh alam
· Sesungguhnya petunjuk allah itulah
petunjuk yanh benar. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka
setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah SWT tidak lagi menjadi
pelindung dan penolongmu
Dasar Filosofis Psikologi Islam:
· Cara berpikir psikologi barat yang gagal
memahami dimensi non indrawi (padahal umat manusia umumnya percaya Tuhan yang
mempengaruhi kehidupan manusia)
· Bertrand russell: peradaaban barat gagal
menyejahterakan manusia secara spiritual meskipun dianggap berhasil
menyejahterakan fisik material manusia.
· Cara berpikir psikologi barat (terutama
psikologi humanistik) yang sangat percaya bahwa manusia dapat menjadi Tuhan
bagi dirinya sendiri.
Ada 3 Fase menurut Prof . Malik
Badri :
·
Fase Terpesona
Pada
awalnya,mereka sangat terpesona dengan teknik dan teori-teori psikologi modern.
Mereka mengikuti sepenuh-nya teori dan metode psikologi sekuler tanpa kritik. Kaum
muda muslimin umumnya tergila-gila dengan psikologi dan tekniknya yang
memikat.Dalam proses belajarnya,biasanya mereka begitu terbuka terhadap
berbagai pengaruh dan mau menerima ide-ide dari pengajarnya atau dari buku yang
dibaca dan kemudian mencoba untuk menerapkannya pada tingkah laku yang nyata. Orang
pun mulai yakin bahwa mereka telah menjadi ahli dan banyak diantara mereka
senang dan bangga akan hal itu.
·
Fase Penerimaan
Mereka
mencoba mengadakan studi komperatif, dan mencoba mencocokkan apa yang ada dalam
teori psikologi Barat dengan apa yang ada dalam al-Qur’an. Mereka beranggapan
di antara keduanya memiliki kesejalanan dan tidak ada pertentangan.
·
Fase Emansipasi
Mulai bersikap kritis terhadap pandangan-pandangan
psikologi sekuler dan mengalihkan perhatian-nya pada al-Qur’an, al-Hadits dan
khazanah klasik Islam yang di dalamnya ternyata membahas tentangstruktur insan
(nafs, qalb, aql, ruh). Menyadari akan kekeliruannya, mereka mulai kritis
menentang beberapa teori dari psikologi sekuler.
وَمَا يَسْتَوِى ٱلْأَحْيَآءُ
وَلَا ٱلْأَمْوَٰتُ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُسْمِعُ مَن يَشَآءُ ۖ وَمَآ أَنتَ بِمُسْمِعٍ
مَّن فِى ٱلْقُبُورِ
Artinya: “Dan tidak
(pula) sama orang-orang yang hidup dan orang-orang yang mati. Sesungguhnya
Allah memberi pendengaran kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan kamu
sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang yang didalam kubur dapat mendengar.”
(QS.Fatir:22)
Tulisan ini mengembalikan semangat dan cara saya memandang Psikologi Islam. Jazakumullahu jhayran.
BalasHapus