PROBLEMATIKA PERAN PEREMPUAN DAN PSIKOLOGI


Oleh : Nadiah Al Khairiyah, S.Psi (Koordinator akhwat 2017)

            Dari zaman ke zaman, dunia semakin mengerikan dengan banyaknya feminisme, penyimpangan-penyimpangan peran perempuan dan ketimpangan sosial di masyarakat. Sebagaimana pada Surah Ali-Imran ayat 35-36 



إِذْ قَالَتِ امْرَأَةُ عِمْرَانَ رَبِّ إِنِّي نَذَرْتُ لَكَ مَا فِي بَطْنِي مُحَرَّرًا فَتَقَبَّلْ مِنِّي إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ (35) فَلَمَّا وَضَعَتْهَا قَالَتْ رَبِّ إِنِّي وَضَعْتُهَا أُنْثَى وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا وَضَعَتْ وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالأنْثَى وَإِنِّي سَمَّيْتُهَا مَرْيَمَ وَإِنِّي أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ(36)


"(Ingatlah), ketika istri Imran berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku bernazar kepada-Mu, apa (janin) yang dalam kandunganku (kelak) menjadi hamba yang mengabdi (kepada-Mu), maka terimalah (nazar itu) dariku. Sungguh Engkaulah Yang Maha Mendengar, Maha mengetahui”

Maka ketika melahirkannya, dia berkata, “Ya Tuhanku, aku telah melahirkan perempuan.” Padahal Allah lebih tahu apa yang dia lahirkan, dan laki-laki tidak sama dengan perempuan. “Dan aku memberinya nama Maryam, dan aku mohon perlindungan-Mu untuknya dan anak-cucunya dari (gangguan) setan yang terkutuk.”

Ayat tersebut menceritakan kisah tentang ibunda dari Maryam binti Imran dan kelahiran dari Maryam. Maryam hidup ditengah-tengah orang muslim, ayahnya yang bernama Imran sebagai syekh dari Bani Israil dan ibunya bernama Hannah binti Faqud. Ketika Hannah binti Faqud sedang mengandung Maryam suaminya meninggal dunia yaitu Imran dan ibunda dari Maryam menazarkan janin yang dikandungnya akan diberikan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala untuk menjadi pelayan-Nya. Ketika saatnya melahirkan ternyata yang lahir adalah bayi perempuan bukan laki-laki.Karena pada zaman itu, untuk menjadi syekh atau ahli kitab adalah seorang laki-laki. Hannah binti Faqud sebenarnya berharap bayi yang dilahirkan adalah laki-laki tetapi takdir Allah Subhanahu Wa Ta’ala  berbeda dari yang diinginkannya. Walaupun perempuan beliau tetap berhuznudzan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala  dan menerima dengan ikhlas anak yang sudah Hannah binti Faqud lahirkan, serta tetap memberikan anaknya kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Karena pada zaman itu adalah zaman jahiliyah maka perempuan dipandang sebelah mata dan dianggap hina memiliki anak perempuan bahkan banya anak perempuan yang dikubur hidup-hidup.
          Kemudian ibunda dari Maryam binti Imran itu ke Baitul Maqdis mencari dan bertemu dengan syekh-syekh yang ada di sana untuk menyampaikan nazarnya dan menyerahkan putrinya kepada mereka.  Karena Maryam adalah putri dari Imran yang menjadi imam di sana sekaligus menjadi penyembelih kurban-kurbannya. Lalu, Nabi Zakaria‘Alaihis salam dengan suka rela mengasuh Maryam karena bibinya Asyya’ bin Faqud juga dalam asuhannya. Setelah itu para syekh yang ada di Baitul Maqdis mengundi siapa yang nantinya mengasuh Maryam dengan anak panah.Anak panah siapa yang tidak tenggelam di arus Sungai Yordania maka dialah yang mengasuhnya.Ternyata anak panah yang tidak tenggelam adalah anak panah milik Nabi Zakaria dan sejak saat itu beliau mengasuh Maryam.Dalam asuhan Nabi Zakaria‘Alaihis salam, Maryam belajar ilmu yang bermanfaat, budi pekerti, amal sholih, adab mulia, dan kebaikan hati.Derajat keimanan Maryam pun terus meningkat hingga kehormatannya yang tiada duanya.
Karena dedikasi seluruh hidupnya untuk beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala ia dijuluki sebagai Al-Batul (orang yang meninggalkan duniawi hanya untuk beribadah). Maryam sangat menikmati hidupnya untuk beribadah hingga ia lupa untuk menikah dan dijuluki sebagai Maryam Al-Adzurah (perawan) sehingga putri dari Hannah dan Imran ini memiliki julukan sebagai Maryam Al-Batul Al-Adzurah. Maka sampai pada kedudukan tingkatan tertinggi ibadah dan takwa, serta mengungguli ketaatannya dari wanita-wanita Bani Israil lainnya. Apabila seseorang telah mencapai puncak keimanannya yang paling tinggi maka ujian-ujian akan datang menimpanya.

Peran sebagai Perempuan dari kehidupan Maryam :

1.      Peran sebagai Anak
Sebagai anak dapat diambil pelajaran bahwa Maryam menyadari dan memahami keinginan orang tuanya yang bernazar agar dirinya menjadi pelayan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Maryam menerima keputusan yang dibuat oleh ibunya dan bersungguh-sungguh dalam belajar agama islam untuk beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala .Hal tersebut adalah salah satu bentuk berbakti kepada orang tuanya sebab Ridho Allah Subhanahu Wa Ta’ala adalah Ridho orang tua.

2.      Peran sebagai Istri
Sebagai seorang istri dapat melihat dari ketaatan Maryam kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala ,kebersihan hati dan kebaikan akhlak yang dimilikinya. Tingginya derajat iman Maryam hingga pada zaman itu tidak ada laki-laki yang pantas untuknya.Sehingga Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberinya anugerah yang mengamanahkan kepada Maryam seorang anak tanpa memiliki suami. Tetapi, hal itu tidak diterima baik oleh masyarakat setempat, Maryam mendapatkan ujian fitnah namun Maryam tetap berhuznudzan dan menjalankan sebagai ibu dan muslimah.Itu hanya terjadi pada Maryam dan tidak ada perempuan seperti Maryam.Peran sebagai istri yang dapat diterapkan di dunia ini yaitu taat kepada suami dapat dengan mendampingi suami, istri yang dapat menjadi pendukung suami, dan istri yang dapat mengingatkan ketika suami salah.

3.      Peran sebagai Ibu
Untuk menjadi ibu yang dapat mendidik anak supaya anak menjadi sholih dan sholihah diperlukan pengetahuan yang luas karena ibu adalah madrasah pertama dari anak-anaknya.Menjadi seorang ibu juga dipelukan sehat fisik maupun mental serta dapat mengobati luka batin yang dimiliki.Ketika masih menjadi anak dan belum menjadi ibu, belajar menjadi anak yang berbakti sama dengan sedang mengajarkan calon anak-anak untuk belajar berbakti kepada orang tua.

4.      Peran sebagai Individu
Menjadi individu adalah sebagai muslimah, seperti Maryam yang menikmati ketaatan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala  sebagai teladan seorang muslimah. Semua terimplikasikan dari caramenjaga diri, menjaga pakaian, menjaga pergaulan, menjaga pandangan, tidak menampakkan aurat, dan lainnya. Karena dengan menjaga itu merupakan benteng untuk kembali kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan menerima hidayah.

5.      Peran sebagai Khalifah
Dimana pun seseorang berada ia akan menjadi khalifah bagi diri sendiri dan jika seseorang itu mampu juga memimpin masyarakat di sekitar yaitu memimpin kepada amar ma’ruf nahi munkar. Dalam psikologi, mental orang-orang di sekitar kita banyak yang tidak sehat.Misalnya, banyaknya kasus hamil di luar nikah, penyimpangan-penyimpangan, pembunuhan, dan lainnya.Dalam hal ini peran psikologi sangat dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah hal itu.Banyak dari kita yang tidak menyadari sebenarnya mental kita sedang sakit bukan karena iman yang lemah, ibadah tidak rajin tetapi karena seseorang belum bisa berdamai dengan diri sendiri.Ketika kita mampu memaafkan masa lalu kita yang baik dan buruk, kita sulit menyadari apakah mental kita sehat.Menjadi ilmuawan psikologi adalah menjadi pemerhati kesehatan mental yaitu sebagai pendengar dan pengamat yang baik.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PSIKOTERAPI ISLAM : TEORI DAN PRAKTIK MENGATASI GANGGUAN KEJIWAAN

MENGAPA KITA BISA INSECURE?

MENGENAL ISTILAH TOXIC PARENTING DAN PENGARUH POLA ASUH TERHADAP PSIKOLOGIS ANAK