Terapi Ekspresif dan Terapi Suportif Berbasis Islami untuk Menurunkan Gangguan Cemas Menyeluruh
Picture by :Foto oleh cottonbro dari Pexels
Oleh : Nora Devi Irianjani & Faridah Ainur Rohmah
Kecemasan adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung
oleh situasi. Ketika merasa cemas, individu merasa tidak nyaman atau takut atau
mungkin memiliki firasat akan ditimpa malapetaka padahal ia tidak mengerti
mengapa emosi yang mengancam tersebut terjadi. Dalam Redayani (2010) Neurotransmiter
utama terhadap gangguan kecemasan adalah peningkatan norepinefrin, serotonin,
dan gamma aminobutyric acid (GABA). Kecemasan merupakan suatu orientasi
subjek mengenai masa depan dan bersifat umum, mengacu pada kondisi ketika
individu merasakan kekhawatiran atau kegelisahan, ketegangan dan rasa tidak
nyaman yang tidak terkendali mengenai kemungkinan akan terjadi sesuatu yang
buruk (Halgin & Whitbourne, 2010).
Menurut pendekatan psikoanalisa pada suatu kasus tertentu,
kecemasan merupakan suatu sinyal dari kekacauan bawah sadar yang memerlukan
pemeriksaan. Gangguan kecemasan merupakan kondisi yang memberi gambaran penting
tentang kecemasan yang berlebihan disertai respon perilaku, emosional, dan
fisiologis. Individu yang mengalami gangguan kecemasan dapat memperlihatkan
perilaku yang tidak lazim seperti panik tanpa alasan, takut yang tidak
beralasan terhadap objek atau kondisi kehidupan, rasa khawatir yang tidak dapat
dijelaskan atau berlebihan (Diferiansyah, dkk, 2016).
Gangguan cemas memiliki tiga kriteria yaitu :
Kriteria pertama
yaitu kecemasan tentang masa depan berupa ketakutan akan akan hal buruk terjadi
di masa depan seperti pernikahan dan kehidupan akan berjalan buruk akibat masa
lalu orang tua subjek hampir divorce ketika subjek masih kecil.
Kriteria kedua yakni
ketegangan motorik berupa mudah lelah dan tidak dapat rileks, keringat
berlebihan dan sakit kepala yang amat sangat jika dihadapkan dengan sesuatu
yang membuat subjek panik.
Kriteria ketiga overaktivitas
otonomik berupa subjek sering gelisah dan gemetaran, merasakan jantung berdebar
yang amat sangat ketika sedang dilanda cemas dan panik, subjek mudah cemas dan
panik dalam banyak situasi membuat subjek menggerak-gerakkan tangannya dan tak
jarang menjadi pusing, seperti saat bertemu dengan teman yang memiliki wajah
yang mirip dengan mantan calon pasangan ta’aruf, saat berbicara di depan umum
maupun ketika subjek sedang berkumpul bersama teman-temannya.
Salah satu jenis terapi ekspresif adalah art therapy yang
melibatkan individu dalam aktivitas kreatif dalam bentuk penciptaan karya atau
produk seni (Ballou, 1995). Art therapy juga merupakan
intervensi yang dapat digunakan untuk membuat individu merasa aman dan tidak
mengalami keraguan dalam mengekspresikan hal-hal yang dialami melalui media
seni, situasi dalam art therapy memunculkan perasaan aman, sehingga
klien bebas berekspresi dan mengungkapkan perasaan dan pemikirannya (Hogan
& Coulter, 2014). Dalam art therapy, relaksasi dapat
dilakukan selama sesi intervensi. Relaksasi pada otot-otot tubuh merupakan
teknik yang umum digunakan dalam art therapy (Wadeson, 1980). Art
therapy yang akan diberikan yakni terapi ekspresif dengan menggambar
menggunakan crayon dan pensil warna. Kekuatan art therapy bagi seseorang
dapat memfasilitasi kecemasan, mengungkapkan ekspresi diri dan mengeksplorasi
diri yang terletak pada proses kreatif dalam art therapy (Liebmann,
dalam Chambala, 2008). Pembuatan gambar dalam art therapy dengan
tema tertentu yang berkaitan dengan peristiwa atau kondisi tertentu dapat
mempengaruhi emosi dan pikiran (Malchiodi, 2001). Adapun manfaat dari
art therapy yaitu dapat membantu seseorang untuk menghadapi perasaan emosi yang
mengganggu dengan cara memotong mekanisme pertahanan diri (Reynolds, 2012).
Selain terapi ekspresif, terapi suportif juga biasa digunakan dalam
psikoterapi psikodinamika. Terapi suportif merupakan psikoterapi yang ditujukan
untuk klien baik secara individu maupun secara kelompok yang ingin mengevaluasi
diri, melihat kembali cara menjalani hidup, mengeksplorasi pilihanpilihan yang
tersedia bagi individu maupun kelompok dan bertanya kepada diri sendiri hal
yang diinginkan di masa depan (Palmer, 2011).
Penggunaan teknik yang sesuai dengan nilai yang dimiliki klien akan
memberikan hasil yang lebih baik (Hodge, 2008). Oleh karena itu, sangat
diperlukan sebuah terapi yang disesuaikan dengan nilai-nilai yang dianut oleh
masyarakat Indonesia, yakni dengan mengadaptasikan nilai-nilai keberagamaan
yang dimiliki oleh klien. pemberian psikoterapi untuk orang dengan gangguan
cemas menyeluruh yakni terapi ekspresif dan terapi suportif melibatkan unsur
spiritualitas. Faktor spiritual adalah faktor penting yang juga memengaruhi
proses penyembuhan dan intervensi psikologis.
Jika dilihat dari World Health Organization (WHO) (Hawari,
2012) yang menyatakan bahwa kesehatan manusia seutuhnya ditunjukkan oleh empat
hal, yaitu sehat secara biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Spiritual
merupakan faktor yang memiliki peran yang cukup penting bahwa proses intervensi
terhadap klien yang mempertimbangkan keyakinan agama yang dianut menjadi
penting untuk menghindari resistensi apabila proses yang dilakukan dirasakan
klien sebagai suatu hal yang berbeda dengan aturan agama yang diyakininya.
Gangguan cemas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder,
GAD) merupakan kondisi gangguan yang ditandai dengan kecemasan dan kekhawatiran
yang berlebihan dan tidak rasional bahkan terkadang tidak realistik terhadap
berbagai peristiwa kehidupan sehari-hari . Kecemasan yang dirasakan sulit untuk
dikendalikan dan berhubungan dengan gejala-gejala somatik seperti ketegangan
otot, iritabilitas, kesulitan tidur, dan kegelisahan sehingga menyebabkan
penderitaan yang jelas dan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial dan
pekerjaan (Kaplan, dkk, 2010).
Berdasarkan sudut pandang psikoanalisa, timbulnya gangguan
kecemasan ditekankan pada konflik yang tidak disadari dihubungkan dengan
ketakutan dan kekhawatiran (Kring, Johnson, Davidson,
& Neale, 2012). Asumsi utama pada paradigma psikoanalisa,
yang dikembangkan oleh Sigmund Freud, adalah bahwa psikopatologi diakibatkan
oleh konflik-konflik yang tidak disadari dalam diri individu (Kring, Johnson,
Davidson, & Neale, 012). Hal ini didukung oleh
pendapat yang dikemukakan oleh Kaplan (2010), pendekatan psikoanalisa
berorientasi pada lima tahun pertama kelahiran individu, riwayat yang
menekankan bagaimana masa lalu mempengaruhi individu di masa sekarang, riwayat
keluarga, ketidaksesuaian antara id-ego-superego, defensedefense dan konflik
serta gangguan di sekitar objek internal. Pengalaman tersebut berupa kondisi
subjek yang sejak kecil, memiliki keinginan untuk mendapatkan perhatian dan
kasih sayang dari orang tua, namun hal tersebut tidak mampu diterimanya karena
orang tua yang sibuk bekerja sehingga subjek lebih banyak diasuh oleh kakek,
nenek dan pengasuh.
Konflik yang timbul antara id dan superego pada subjek, dengan
mekanisme pertahanan diri yang digunakan dalam penyelesaian konflik dengan cara
yang tidak efektif yaitu represi. Selain itu, adanya pertentangan dalam diri
subjek berkaitan dengan id dan superego yang dimiliki, namun pada akhirnya
didominasi oleh peran id. Berdasarkan kondisi tersebut, subjek semakin
melakukan repress, sehingga cenderung menarik diri (withdrawl) dari lingkungan
dan mengalihkan kepada kegiatan lain (compentation) yang membuatnya tidak
memikirkan atau mengurangi kecemasan atas permasalahan yang dihadapi.
Sungkan (Purwanto, 2006), dzikir sebagai salah satu bentuk
ibadah dalam agama Islam merupakan relaksasi religius, dengan mengucapkan
lafadz Allah SWT secara terus menerus dengan pelan dan ritmis akan dapat
menimbulkan respon relaksasi. Pengulangan lafadz tersebut disertai keyakinan
terhadap kasih sayang-Nya, perlindungan-Nya dan sifat-sifat baik-Nya yang lain
akan menimbulkan rasa tenang dan aman. Faktor pendukung dalam pelaksanaan serta
keberhasilan intervensi disebabkan oleh kesungguhan, motivasi dan kooperatif
subjek ketika mengikuti terapi. Subjek memperoleh manfaat langsung, seperti
rasa nyeri berkurang, badan terasa lebih santai, otot-otot menjadi relaks,
tidur lebih berkualitas, nafsu makan meningkat, tidak mudah tersinggung,
mengelola emosi dengan baik, pikiran lebih tenang, pusing berkurang dan
bersemangat. Hal ini seperti yang diungkapkan McNeil dan Lawrence
(2002). bahwa relaksasi merupakan metode atau teknik yang digunakan untuk
membantu manusia belajar mengurangi atau mengontrol reaktivitas fisiologis yang
menimbulkan masalah bagi dirinya. Secara biopsikologi, zikir akan membuat
seseorang merasa tenang sehingga menekan kerja sistem syaraf simpatetis dan
mengaktifkan kerja syaraf parasimpatetis (Saleh, 2010).
EEditor: Nurul Zakiah
Halo sobat Al-qolam buat kamu yang karya tulis tapi di diemin aja, hmm sayang banget nggak tuhh. Dari pada bingung, yuk kirim tulisan mu ke emal: kspialqolamums@gmail.com, dan jangan lupa konfimasi yah: wa.me/6289628513503.
Note: Apabila tulisan kamu dalam 1 minggu belum kami upload, secara otomatis tulisan kamu belum diterima , nggak usah khawatir yahh, bisa di coba lagi. Terus semangat jangan lupa berkarya!!
Komentar
Posting Komentar