JIWA (NAFS) DALAM PERSPEKTIF ISLAM


Apa itu jiwa?

            Kata jiwa dalam Bahasa Arab sepadan dengan kata Nafs, sedangkan dalam bahasa Yunani disebut Psyche serta dalam Bahasa Inggris disebut Soul.

            Menurut sebagian ahli tasawuf, nafs adalah ruh setelah bersatu dengan jasad. Penyatuan ruh dengan jasad melahirkan pengaruh yang ditimbulkan oleh jasad terhadap ruh (Hawwa, Said,1998). Jiwa menurut Hamdani Bakran Adz-Dzakiey (2018) adalah ruh yang diturunkan Allah Swt yang menzhahir ke dalam jasad manusia dalam rangka menghidupkan jasad itu, menghidupkan kalbu, akal pikir, indrawi dan menggerakkan seluruh unsur dan organ-organ dari jasad tersebut agar dapat berinteraksi dengan lingkungannya di permukaan bumi ini. Menurut Hamka sebagaimana dikutip Ema Yudiani (2013), jiwa merupakan jejak atau hasil interaksi antara aspek-aspek manusia, yaitu akal, hawa nafsu dan kalbu. Konsep jiwa yang ditawarkan Hamka lebih menitikberatkan pada perseteruan akal dengan hawa nafsu sebagai dua kekuatan utama dalam jiwa manusia, sedangkan kondisi kalbu yang akan menjadi kondisi jiwa secara keseluruhan sepenuhnya tergantung pada hasil perseteruan tersebut. Jadi berdasarkan pengertian jiwa menurut beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa jiwa adalah kesatuan psikofisik (jiwa dan raga) serta keseluruhan aspek dan dimensi psikis manusia yang terdiri atas akal, nafsu, kalbu, ruh dan fitrah manusia.

Apa konsep penyusunan jiwa?

            Menurut Mujib (2007) dan Hamka dalam Emi Yudiani (2013) penyusun jiwa terdiri atas akal, nafsu dan hati. Sedangkan menurut Barmawi Umar meliputi akal, nafsu, kalbu dan ruh, sedangkan menurut Quraish Shihab mencakup fitrah, akal, kalbu, nafs, dan ruh.

1.      Akal

            Akal adalah aspek jiwa manusia yang berfungsi untuk mengikat hawa nafsu, sebagaimana tali pengikat ternak agar ternak tidak terlepas kemana-mana. Menurut Mujib kedudukan akal terletak di otak yang memiliki cahaya nurani, dipersiapkan memperoleh pengetahuan. Akal diartikan sebagai energi yang mampu memperoleh, menyimpan dan mengeluarkan pengetahuan.(Hamka dalam Yudiani (2013)

2.      Nafsu

            Hawa nafsu yang dimaksud adalah hawa nafsu amarah yang digambarkan dalam al Qur‟an sebagai kecenderungan manusia yang lebih rendah dari pada binatang. Dan sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.

            Prinsip kerja nafsu mengikuti prinsip kenikmatan dan berusaha mengumbar hasrat-hasratnya sehingga disebut hawa nafsu (dorongan nafsu). Prinsip kerja nafsu hampir sama dengan prinsip kerja jiwa binatang, baik binatang buas maupun binatang jinak. Binatang buas memiliki dorongan agresi (menyerang), sedangkan hewan jinak memiliki dorongan seksual. (Yudiani,2013)

3.      Qalb(Hati)

            Qalb (kalbu) merupakan materi organik yang memiliki sistem kognisi yang berdaya emosi. Al Ghazali membagi kalbu menjadi dua aspek yaitu kalbu jasmani dan kalbu ruhani. Kalbu jasmani adalah jantung dan kalbu ruhani adalah sesuatu yang bersifat halus, Rabbani, dan ruhani yang berhubungan dengan kalbu jasmani.

Al Ghazali menyatakan bahwa kalbu memiliki insting yang disebut dengan cahaya ketuhanan dan mata batin yang memancarkan keimanan dan keyakinan. Abu Yazid (2007) mengartikan hati sebagai anatomi raga yang senantiasa mengendalikan setiap gerak-gerik manusia. Disetiap detik hati akan selalu berdetak memberikan instruksi yang akan selalu diamin seluruh anggota badan. Sebagai organ terpenting dalam tubuh manusia, maka hati dapat memerintahkan indera manusia untuk melakukan tindakan baik maupun buruk.Senada dengan Hamka bahwa kalbu adalah hasil perseteruan antara akal dan nafsu.

            Maka penulis berpendapat bahwa hati merupakan hasil perseteruan antara akal dan nafsu, maka kondisi hati bisa berganti-ganti tergantung hasil perseteruan tersebut tadi. Begitu juga iman seseorang yang terdapat dalam hati tadi bisa mengalami fluktuasi iman yakni manakala menang akal maka hatinya baik, bertambah kuat, mengajak pada kebaikan (taqwa), tetapi manakala nafsunya yang menang maka kondisi hati menjadi jahat, mengajak pada keburukan (fujur).

4.      Ruh

            Ruh adalah nyawa.Setelah meninggal badan kembali ke tanah, sedangkan ruh kembali ke Tuhan untuk memperoleh balasan (Langgulung,1988). Ruh merupakan substansi psikis manusia yang menjadi esensi kehidupannya. Sebagian ahli menyebut ruh sebagai badan halus (jism latif). Menurut al Ghazali dalam Zidayat (1986) mengartikan ruh sebagai lathifah (sesuatu yang halus) yang bersifat ruhani, bisa berpikir, mengingat, mengetahui dan sebagainya.

5.      Fitrah

            Ibn „Asyur dalam Quraish Shihab (2004) menjelaskan bahwa fitrah yang dimaksudkan adalah fitrah dengan pengertian secara umum yang berkaitan dengan natur-natur atau sifat-sifat alamiah atau bawaan manusia yang berkaitan dengan materi fisik-biologisnya, pikiran dan psikologisnya atau bahkan spiritualitasnya. Fitrah menjadikan manusia tetap pada jati dirinya sebagai manusia, yakni makhluk yang diciptakan dari dua unsur yakni tanah (jasmani) dan ruh ilahiah (akal dan ruhani).

            Agus Hermawan (2016) menjelaskan bahwa dalam diri manusia selain nafsu juga ada yang berupa panca indera, akal dan hati. Panca indera (jasad) agar bertumbuh kembang dengan baik, maka harus diolahragakan dan dibersihkan dengan mandi dan berwudhu. Akal agar dapat berkembang optimal maka harus dibuat untuk olah pikir untuk menemukan kebenaran. Begitu juga dengan hati agar dapat bertumbuh kembang baik maka harus diolahragakan dengan bertasawuf dan tazkiyatun nafs..

            Proses penciptaan manusia yang berasal dari dua unsur yakni jasmani  dan unsur ruhani, maka dalam setiap perjalanan hidup manusia kedua potensi ini akan selalu Tarik-menarik seperti Tarik tambang. Ada saatnya menang malaikat dan kadang juga menang syaitan. Di sinilah letak iman yang berada di hati diuji kestabilan dan kesolidan iman seseorang, kadang bisa naik karena rajin ibadah dan bertaqwa tapi sering kali terjerembab dalam kemaksiatan sehingga kondisi iman menipis. Untuk itulah kondisi iman di hati yang sering bolak-balik mengalami fluktuasi harus dikelola, diatur sebaik mungkin agar melahirkan perbuatan baik dan mulia. Rasulullah SAW dalam sebuah haditsnya bersabda: “Ketahuilah sesungguhnya di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging. Apabila ia baik, maka baiklah seluruh jasad, tetapi apabila ia rusak, maka akan rusaklah seluruh jasad. Ketahuilah itu adalah hati (H.R. Bukhari Muslim)”

 

Apa tingkatan-tingkatan dalam jiwa?

         

          Agus Hermawan (2016) membagi jiwa (nafs) manusia itu menjadi 3 kriteria sebagai berikut:

1.      Nafsu Amarah yaitu nafsu yang berkarakter jelek, selalu mengajak kepada kehendak syahwat, bersikap hedonis dan melahirkan sifat-sifat tercela seperti sifat sombong, rakus, merah, iri, dengki, dan kikir.

مَا أُبَرِّئُ نَفْسِي ۚ إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي ۚ إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ۝

Artinya : “Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.”( Q.s Yusuf ayat 53)

2.      Nafsu Lawwamah, yaitu nafsu yang disinari cahaya hati, tunduk kepada kekuatan akal tetapi terkadang melakukan maksiat, kemudian menyesal dan kembali tunduk kepada Tuhannya. Contoh akhlak tercela dalam kategori nafsu lawwamah ini adalah suka mengeluh, menipu ghibah, riya‟ dan berbohong.

وَلَآ اُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ

Artinya : “Dan aku bersumpah demi jiwa yang selalu menyesali (dirinya sendiri).”(Q.S al Qiyaamah ayat 2.)

3.      Nafsu Muthmainnah, Radhiyah, Mardhiyah, Kaamilah yaitu nafsu yang disinari cahaya hati yang kosong dari sifat tercela dan terhiasi dengan sifat terpuji. Nafsu yang sudah tenang, biasanya orang-orang yang sudah ikut thareqah sehingga bersifat terpuji seperti dermawan, syukur, ridha, dan takut kepada Allah Swt. Derajat nafsu ini sama dengan Qalbun Saliim(Q.S. al Fajr: 27-30).

          Dalam al Qur‟an surah al Baqarah ayat 1-14 telah menggambarkan akan adanya tipologi jiwa keberagamaan seseorang diantaranya yaitu (1) jiwa orang beriman yang selalu taat dan patuh akan perintah Allah swt, (2) jiwa orang kafir yang selalu inkar dan mendurhakai allah Swt, dan (3) Jiwa orang munafiq yang selalu berpura-pura dan suka menipu.

 

Apa fungsi jiwa bagi manusia?

 

Menurut Adz- Dzakiey (2018) memiliki fungsi menggerakan dan mendorong diri manusia untuk melahirkan beberapa hal sebagai berikut:

1.      Mendorong dan menggerakkan otak manusia agar berpikir dan merenungkan apa-apa

yang telah Allah ilhamkan berupa kebaikan dan keburukan, sehingga akan dapat

menemukan hikmah-hikmah dan rahasia dari keduanya.

2.      Mendorong dan menggerakkan qalbu (hati yang lembut) yang ada dalam dada agar

merasakan dua perasaan, yaitu perasaan ketuhanan dan perasaan kemakhlukan agar

menerima ilham dan penampakan isyarat-isyarat ketuhanan yang abstrak dan

tersembunyi.

3.      Mendorong dan menggerakkan panca indera kepada objek-objek ayat-ayat Allah Swt.

yang membumi dan konkret, hak dan batil.

4.      Mendorong dan menggerakkan seluruh organ-organ tubuh dalam kerja Sunnatullah,

seperti gerak jantung, kerja paru-paru, limpa, hati, ginjal dan lain-lainnya.

5.   Mendorong dan menggerakkan diri agar melahirkan perbuatan-perbuatan, sikapsikap, tindakan-tindakan, gerak-gerik dan penampilan yang fitrah.

Agus Hermawan (2016) menambahkan bahwa fungsi jiwa sangat penting antara lain

diantaranya:         

1.      alat untuk menemukan penghayatan ma‟rifah kepada Allah Swt, karena

dengan hati Sebagai manusia bisa menghayati segala rahasia yang ada di alam ghaib.

2.      Hati sebagai bagian aspek jiwa berfungsi untuk beramal hanya kepada Allah Swt,

sedangkan anggota badan lainnya hanyalah alat yang dipergunakan oleh hati. Karena

itu hati ibarat raja dan anggota badannya lainnya merupakan pelayannya.

3.      Hati pula yang taat kepada Allah, adapun gerak ibadah semua anggota badan adalah

pancaran hatinya.


Bagaimana memanajemen jiwa agar tetap baik dan sehat?

 

            Agar kondisi jiwa manusia tetap sehat dan suci maka ibarat tanaman perlu dipupuk, dirawat, dikasih suplemen vitamin serta dijauhkan dari hama penyakit (maksiat dan dosa) serta segala hal yang bisa menyebabkan jiwa tidak sehat.

            Adapun beberapa cara yang bisa dilakukan untuk menjaga jiwa agar tetap baik dan sehat menurut Agus Hermawan (2016) adalah sebagai berikut:

1.      Mempelajari ilmu akhlak yang baik dan buruk

2.      Mempraktekkannya dengan berdzikir, mujahadah dan muhasabah, tazkiyatun nafs dan melakukan riyadhah dan atau ikut thareqah, majlis dzikir, majlis shalawat dan lainnya

3.      Mempraktekkan usaha takhalli, tahalli dan tajalli

4.      Berlaku istiqamah dalam beribadah

5.      Membaca al Qur‟an beserta terjemahannya, hadits, buku agama serta kisah orang shalih

6.      Shalat malam dan membiasakan puasa senin dan kamis

7.      Mencari jodoh, teman pergaulan dan lingkungan yang baik dan kondusif.

            Ada beberapa penyakit hati yang kadang terus menghinggapi dan menggugurkan amaliah ibadah seseorang muslim. Menurut imam al Ghazali bahwa penyakit hati bermuara pada hasad (iri), riya‟ dan ujub (takabur). Ketiga penyakit ini merupakan induk dari semua penyakit hati lainnya

            Adapun terapi atau pengobatannya menurut Ibnu Qayyim al Jauziyah dalam Agus Hermawan (2016) dengan melakukan hal-hal sebagai berikut:

1.      Memaksakan dirinya selalu mendekatkan diri kepada Allah dimanapun berada

2.      Tidak bosan berdzikir

3.      Menyesal jika lepas dari berdzikir

4.      Rindu beribadah

5.      Khusu‟ dalam shalat

6.      Selalu introspeksi dan memperbaiki diri.

            Begitu juga dengan as Sayyid Ibrahim al Khawwas dalam Abu Yazid (2007) menawarkan lima resep obat penenang hati, seperti yang kerap kali kita dengar dari lantunan pujian menjelang shalat di masjid atau mushalla, yaitu:

1.      Membaca al Qur‟an sambal merenungkan maknanya

2.      Mengosongkan perut (berpuasa)

3.      Beribadah di tengah malam (Qiyamul lail)

4.      Berdzikir pada waktu sahur, dan

5.      Berkawan dengan orang shaleh.

Reference

Hermawan, A. (2020). PSIKOLOGI ISLAM. Kudus: Yayasan Hj.Kartini Kudus.

 https://www.merdeka.com/quran/al-qiyamah/ayat-2

https://al-ain.id/quran/12/53

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PSIKOTERAPI ISLAM : TEORI DAN PRAKTIK MENGATASI GANGGUAN KEJIWAAN

MENGAPA KITA BISA INSECURE?

MENGENAL ISTILAH TOXIC PARENTING DAN PENGARUH POLA ASUH TERHADAP PSIKOLOGIS ANAK