MENGKONSTRUKSI VARIABEL AKHLAK DALAM PSIKOLOGI ISLAM
Secara bahasa, akhlak berasal dari huruf (kha la ka). Jika dibaca khuluq berarti al-sajiyah (nature). Disebut demikian karena seseorang ditakdirkan tertentu secara natural. Jika dibaca al-khalāq berarti al-naṣīb yang dapat diartikan ketentuan, kadar, porsi (Aḥmad, 2002). Kata akhlak telah disebutkan dalam (QS.Shad:46) berikut ini :
إِنَّا أَخْلَصْنَاهُمْ بِخَالِصَةٍ ذِكْرَى الدَّارِ
Artinya:
"Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat." (QS Shad : 46).
al-Khuluq juga bisa diartikan alṭabī’ah (cetakan) atau al-sajiyah (ciptaan natural), secara hakikat diartikan sebagai rupa manusia pada sisi batin di dalam jiwanya, sifatnya, dan esensinya yang bersifat khas yang terbentuk secara nyata.
Maka, akhlak tidak bisa dipisahkan dari konsep penciptaan (Manẓūr, 1996). Akhlak tidak berbicara bagaimana akhlak seseorang, melainkan bagaimana seharusnya akhlak manusia sesuai dengan keinginan Penciptanya. Yang menentukan akhlak baik dan buruk bukanlah manusia, melainkan Allah telah menjelaskannya, mana akhlak yang terpuji dan mana yang tercela. Adapun akhlak secara istilah didefinisikan oleh al-Ghazālī sebagai berikut:
“Akhlak adalah bentukan (bangunan) di dalam jiwa yang bersifat teguh. Darinya muncul perilaku yang mudah, spontan, tanpa pikir ke depan, tanpa pikir yang telah berlalu”
Akhlak bertempat di dalam jiwa. Akhlak diibaratkan sebagai suatu bangunan yang mungkin terbentuk dari keseharian, atau bisa jadi dari lahir. Dalam psikologi modern, dikenal dengan istilah nature dan nurture. Akhlāq juga bersifat mengakar yang berarti mapan, solid, dan teguh (Manẓūr, 1996).
Akhlak juga merupakan sumber perilaku. Namun tidak semua perilaku berasal dari akhlak dirinya, hanya perilaku tertentu. Perilaku yang bersifat spontan, mudah, tanpa pikir ke depan, tanpa merenung, dan tanpa melihat ke belakang merupakan perilaku yang bisa mengindikasi akhlak seseorang. Perilaku yang manipulatif, dengan pikir ini itu, tentu saja bukan lahir dari akhlak. Oleh karena itu, penting dalam penyusunan item, responden harus menjawab secara spontan dan cepat.
Jika akhlak berada di dalam jiwa, bersifat internal, dan mengakar di dalamnya. Maka adab berada di dalam ucapan dan perbuatan, berifat eksternal, dan mungkin dimanipulasi. Seseorang bisa saja berbicara santun, namun di hatinya benci.
Hasad adalah akhlak. Ucapan kasar adalah adab. Sombong adalah akhlak, menghina adalah adab. Cinta dunia adalah akhlak, makan berlebihan adalah adab. Begitulah kira-kira posisi akhlak dan adab.
Adapun dari akhlak itu memiliki turunan dan tingkatan. Contohnya, syirik lebih tinggi keparahannya dibandingkan riyā’. Sombong lebih parah dibandingkan ‘ujub. Akhlak juga membentuk kaitan antara satu dengan yang lainnya dan memuat tingkatan di dalamnya. Contohnya seperti syirik sebagai pusat segala dosa, menyebabkan berbagai akhlak buruk turunanya. Dan mungkin saja antara satu akhlak dengan akhlak lain menghasilkan akhlak baru. Misalnya, hasad merupakan hasil gabungan antara kesombongan dengan keduniawian. Ketika orang hasad, maka tidak ingin ada yang menyainginya atas dunia yang dimilikinya. Begitu pula akhlak baik juga terjadi tingkatan dan membentuk hubungan tertentu.
Reference:
Rusdi,Ahmad dan Subandi.2020. PSIKOLOGI ISLAM: Kajian Teoritik dan Penelitian Empirik.Yogyakarta: Asosiasi Psikologi Islam dan Arti Bumi Intaran.
Masya Allah. Tidak kita menemukan variabel akhlak ini melainkan dalam Psikologi Islam saja. Bārakallāhu fī kum.
BalasHapus