NILAI-NILAI PSIKOLOGI SPIRITUAL DALAM BERZAKAT DAN BERSEDEKAH

Zakat

            Zakat berasal dari Bahasa Arab dari kata zaka yang artinya suci, baik, berkembang, berkah dan tumbuh. Menurut syara’ sakat merupakan sejumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan yang telah mencapai nishab atau jumlah tertentu dengan persyaratan tertentu pula oleh seorang muslim yang diberikan kepada orang yang berhak menerima zakat. Tujuan dari membayar zakat yaitu membersihkan atau mensucikan harta yang dimiliki maupun pemilik harta itu dan agar mendapat ridho dari Allah Subhana Wa Ta’ala. Ada beberapa kelompok yang berhak menerima zakat meliputi orang fakir, orang miskin, amil ( pengurus zakat), muallaf (orang yang baru memeluk agama islam), riqab, ghaimin (orang yang mempunyai utang dan tidak mampu membayarnya), fi sabbilillah (untuk kebesaran Islam dan kaum muslimin), dan ibnu assabil. Zakat terdapat dua jenis yaitu :

a.       Zakat Maal

Zakat Maal adalah bagian dari harta kekayaan seorang muslim yang wajib diberikan kepada orang yang berhak menerima setelah memenuhi persyaratan dikeluarkannya zakat. Zakat yang dikeluarkan seperti emas, perak, dan lainnya. 

b.      Zakat Fitrah

Zakat Fitrah adalah zakat yang wajib dikeluarkan oleh setiap muslim pada bulan Ramadhan. Zakat yang dikeluarkan berupa satu sha’(setara dengan 2,5-3 kg) makanan pokok seperti seperti beras, gandum, jagung, kurma, dan lainnya. Di dalam zakat fitrah terdapat hikmah yang besar, bagi muzakki (orang yang mengeluarkan zakat) dapat membersihkan jiwa seperti dosa, acuh tak acuh pada penderitaan masyarakat, bagi masyarakat dapat menumbuhkan rasa kasih sayang antaranggota masyarakat terutama antara si kaya dan si miskin, dan manfaat bagi harta dapat menjadi kebajikan orang yang berzakat beserta keluarga, memberi keberkahan pada harta yang dimiliki, serta ridha Allah Subhana Wa Ta’ala.  

 

Ada salah satu ayat yang menganjurkan untuk berzakat pada Q.S. At-Taubah (9) : 103

خُذْ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَوٰتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ ۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
 

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan

dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu

itu menjadi ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha

Mengetahui”.


Pada Q.S. At-Taubah (9) : 103, terdapat kata membersihkan, menyucikan, mendoa, dan ketentraman jiwa setelah kata zakat, kata itu termasuk kata yang penting pada surah ini. Hal itu, dapat diasumsikan bahwa berzakat berkaitan dengan psikologis spriritual dari empat hal tersebut.

 

Sedekah

            Sedekah juga dapat diartikan seperti infaq (menginfakkan harta kepada orang lain). Namun, sedekah memiliki makna yang lebih luas bukan hanya memberi harta kepada orang lain, melainkan sedekah dapat berupa kebaktian, kebajikan, dapat bersifat materi maupun non materi. Contoh dalam bersedekah misalnya mengucap salam, memberi makanan, menanyakan kabar, tersenyum, menanam pohon, dan lain sebagainya. 


Nilai-Nilai Psikologis Spiritual Zakat dan Sedekah

Ada beberapa aspek psikologis spiritual perilaku zakat dan sedekah sebagai berikut :

1.      Berderma dan Motif Pendorongnya

Pada Q.S. Al-Baqarah (2):261, menggambarkan bahwa Allah Subhana Wa Ta’ala akan melipatgandakan dan balasan kebaikan kepada orang yang memberikan hartanya di jalan Allah Subhana Wa Ta’ala, seperti memberi makan orang fakir. Berzakat dan bersedekah dapat dikatakan sebagai tindakan prososial. Adanya balasan kebaikan yang diberikan oleh Allah Subhana Wa Ta’ala dapat menjadi motif untuk berderma kepada orang lain.

2.      Tauhid dan Empati sebagai Sumber Spirit Berderma

Pada Q.S. Al-Baqarah (2):262 dan Q.S. Al-Baqarah (2):265, menafkahkan harta untuk kebaikan jika dilakukan dengan ikhlas maka akan bermakna dihadapan Allah Subhana Wa Ta’ala. Yang dimaksud melakukan dengan ikhlas yaitu tidak menyebutkan pemberiaanya (riya’), tidak menyakiti perasaan orang yang diberi, dan niat hanya karena Allah Subhana Wa Ta’ala. Ketika seseorang akan berderma seharusnya dilakukan dengan ikhlas, santun, rendah hati, dan tidak menyakiti. Secara psikologis rasa empati yang ditunjukkan kepada orang lain yang sedang membutuhkan pertolongan, yang dilakukan sebagai ekspresi dari spiritualitas yakni ruh tauhid. 

3.      Kecerdasan Emosi sebagai Sikap Psikologis Berderma

Kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengendalikan emosional seseorang, membaca perasaan orang lain, dan membangun hubungan baik dengan orang lain. Apabila seseorang sedang mengalami emosi yang negatif (sedih, marah, dll) dan ketika melihat orang yang sedang kesusahan ia akan membantu orang yang kesusahan tersebut, hal itu dapat dikatakan seseorang memiliki kecerdasan emosi.

4.      Mukmin dan Kafir dalam Berderma

Sebagai seorang mukmin berderma dengan ikhlas merupakan sebuah anjuran yang diharuskan, hal itu akan mengiringi derma dengan kecerdasan emosional dan kecerdasan moral. Sedangkan, berderma yang dilakukan dengan riya’ identik pada kekufuran dan juga akan diekspresikan dengan sikap yang kurang baik atau menyakiti penerima. Sebab riya’ merupakan salah satu bentuk sifat kufur yang lahir dari kekerdilan iman dan sifat riya’ menjadikan manusia ingin dilihat dan dipuji kebaikan yang telah dilakukannya.

5.      Pertarungan Suara Iman dan Setan sebagai Penentu Berderma

Ketika seorang mukmin yang ingin melakukan derma terhadap orang lain atau ingin melakukan hal yang baik pasti tidak lepas dari bisikan setan. Bisa saja dalam diri seseorang beranggapan bahwa berderma dapat menyebabkan kemiskinan atau kebangkrutan, hal itu dapat disebabkan oleh bisikan setan. Maka sebagai orang yang beriman kepada Allah Subhana Wa Ta’ala alangkah baiknya tauhid lebih berperan dalam hal ini bukan justru dikuasai bisikan setan dan ingat janji Allah Subhana Wa Ta’ala kepada orang yang mau berderma. Sesungguhnya harta kita hanyalah titipan dan itu tidak sepenuhnya milik kita.

6.      Imbalan Berderma

Orang mukmin yang mau melakukan derma atau melakukan tindakan prososial dengan keimanan kepada Allah Subhana Wa Ta’ala  dan Rasul-Nya, Allah Subhana Wa Ta’ala akan memberikan imbalan yang besar kepada. Imbalannya berupa diselamatkan dari azab, mengampuni dosa-dosa, memasukkan ke dalam surga-Nya, mendapat pertolongan dan kemenangan. Dari sisi psikologis ketika melakukan derma seseorang akan merasa lebih baik karena dapat mengurangi kesulitan yang dihadapi oleh orang lain dan sebagai mukmin haruslah saling membantu.

 

References :

            Nurjannah.(2018). Psikologi Spiritual dalam Zakat dan Sedekah. Jurnal Hukum Islam, 179-197.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PSIKOTERAPI ISLAM : TEORI DAN PRAKTIK MENGATASI GANGGUAN KEJIWAAN

MENGAPA KITA BISA INSECURE?

MENGENAL ISTILAH TOXIC PARENTING DAN PENGARUH POLA ASUH TERHADAP PSIKOLOGIS ANAK