SIBLING RIVALRY DARI KISAH HABIL DAN QABIL
Sibling
rivalry adalah hubungan kompetitif yang sangat dekat dalam suatu
keluarga yang terjadi pada kakak dan adik (saudara).
Kapan
sibling rivalry muncul ?
Sibling rivalry muncul karena adanya rasa cemburu dan rasa takut kemudian kombinasi dengan perasaan marah karena adanya ancaman terhadap harga diri seseorang yang berhubungan dengan saudara. Sibling rivalry nampak melalui tingkah laku, seperti berperilaku agresif (kekesalan, kemarahan, dan kebencian) bisa terhadap orangtua, saudaranya, serta memiliki rasa kompetensi atau semangat untuk bersaing. Sibling Rivalry dapat disebabkan karena jarak kelahiran antara anak pertama dan kedua yang dekat, anak merasa kehilangan orangtua dan menganggap saudaranya sebagai saingan, dan sikap orangtua yang suka membandingkan anak atau pola pengasuhan orangtua. Ada tiga hal yang menjadi unsur utama dalam persaingan bersaudara yaitu perasaan kompetisi atau persaingan, cemburu yang mendalam, dan kebencian.
Kisah Sibling Rivalry pada Habil dan Qabil
Setiap kali Hawa mengandung, selalu melahirkan dua anak
(kembar) yang terdiri atas laki-laki dan perempuan. Ketika dewasa, Nabi Adam ‘alaihissalam menikahkan anak perempuannya
dengan anak laki-laki yang lahir bukan dari satu perut dengannya. Pada ssaat
itu Nabi Adam ‘alaihissalam berencana
untuk menikahkan Habil dengan saudara perempuan kembarannya Qabil, dan sebaliknya
Qabil akan dinikahkan dengan saudara perempuan kembarannya Qabil. Habil bersedia
dan mau apa yang diinginkan oleh ayahnya, namun tidak dengan Qabil, ia menolak permintaan
ayahnya untuk menikahi saudara perempuan kembaran Habil. Dan konon saudara seperut Habil tidak cantik,
sedangkan saudara seperut Qabil cantik dan bercahaya. Maka Qabil bermaksud merebutnya
dari tangan saudaranya. Kemudian ayahnya berkata kepadanya, "Hai anakku Qabil, sesungguhnya saudara perempuan
kembaranmu itu tidak halal bagimu." Tetapi Qabil menolak perkataan ayahnya
itu dan tidak mau menuruti nasihatnya. Nabi Adam ‘alaihissalam menolak hal itu kecuali jika keduanya melakukan suatu kurban,
dan barang siapa yang kurbannya diterima, maka saudara perempuan seperut Qabil akan
dinikahkankan dengannya.
Dijelaskan dalam Q.S. Al-Maidah : 27
وَٱتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ٱبْنَىْ ءَادَمَ بِٱلْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ ٱلْءَاخَرِ قَالَ لَأَقْتُلَنَّكَ ۖ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ ٱللَّهُ مِنَ ٱلْمُتَّقِينَ
Artinya : “Dan ceritakanlah (Muhammad) yang sebenarnya kepada mereka tentang kisah kedua putra Adam, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka (kurban) salah seorang dari mereka berdua (Habil) diterima dan dari yang lain (Qabil) tidak diterima. Dia (Qabil) berkata, “sungguh, aku pasti membunuhmu!”Dia (Habil) berkata, “sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang yang bertakwa””
Habil mengurbankan seekor domba putih bertanduk lagi gemuk dari ternaknya, sedangkan Qabil mengurbankan seikat bahan makanan pokoknya dari lahan pertanian. Kemudian Allah Subhanahu Wa Ta’ala menerima kurban dari Habil dan kurban dari Qabil tidak diterima. Allah Subhanahu Wa Ta’ala menerima domba dan menyimpannya di dalam surge selama empat puluh tahun. Domba itulah yang kelak akan disembelih oleh Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Setelah kurban Habil diterima oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala artinya itu yang dapat menikahi saudara seperut Qabil adalah Habil. Dalam hal itu, Qabil masih tidak bisa menerimanya, dengan kemarahan, rasa iri hati, dan dengki maka Qabil meniatkan dirinya untuk membunuh saudara laki-lakinya itu, sedangkan Habil tidak akan menggerakkan tangannya kepada Qabil ketika dia mencoba membunuh nya, ia juga sudah berusaha mengingatkan Qabil agar Qabil jangan sampai melangsungkan niatnya, jika terjadi pembunuhan, maka bukan Habil yang menjadi penyebabnya, melainkan semata-mata atas kehendak Qabil sendiri. Karena itulah Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman dalam Q.S Al-Maidah ayat 29 yang artinya : “Sesungguhnya aku ingin agar engkau kembali dengan (membawa) dosa (membunuh) ku dan dosamu sendiri. Maka engakau akan menjadi penghuni neraka dan itu balasan bagi orang yang dzolim”. Dan akhirnya, Habil pun terbunuh oleh saudara laki-lakinya sendiri yaitu Qabil. Setelah membunuh Habil, Qabil merasa menyesal atas apa yang dilakukannya. Dalam hal ini Allah berfirman dalam Q.S Al-Maidah ayat 30 :
فَطَوَّعَتْ لَهُۥ نَفْسُهُۥ قَتْلَ أَخِيهِ فَقَتَلَهُۥ فَأَصْبَحَ مِنَ ٱلْخَٰسِرِينَ
Artinya : “Maka, nafsu (Qabil) mendorongnya untuk membunuh
saudaranya, kemudian dia pun (benar-benar) membunuhnya, maka jadilah dia termasuk
orang yang rugi.”
Pembunuhan
yang dilakukan Qabil terhadap saudaranya sendiri merupakan peristiwa pertama
kali yang terjadi dalam sejarah kehidupan manusia. Hal itu berawal dari munculnya
rasa iri, dengki, cemburu serta kemarahan yang berujung pada pembuhuhan saudara.
Sibling rivalry antara Qabil dan Habil
juga melibatkan orangtua yaitu Nabi Adam ‘alaihissalam.
Ini berkaitan dengan pola pengasuhan dan pendidikan yang diterapkan dalam keluarga
yang dalam perspektif Islam sudah ditetapkan Nabi Adam ‘alaihissalam sesuai dengan firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ada beberapa faktor yang menyebabkan sibling rivalry, dari kisah Habil dan Qabil
selain pola asuh orang tua, terkait juga dengan karakteristik pribadi masing-masing
yang berbeda antara Qabil dan Habil. Perilaku sibling rivalry baik itu agresi
maupun konflik dengan saudara pada masa kanak-kanak bisa mempengaruhi perkembangan
fase selanjutnya. Perilaku sibling rivalry juga dapat meningkatkan konflik
antara anak dengan orang tua dan anggota keluarga lainnya.
Dalam Al-Quran sudah menjelaskan
resolusi ketika terjadinya konflik yaitu :
a. At-tabayun
(klarifikasi), yakni sebagai upaya mencari kejelasan dan klarifikasi sebuah
informasi, terutama pada informasi yang masih tidak jelas, yang dapat menimbulkan
konflik. at-tabayun terdapat dalam al-Quran (Q.S. Al-Hujurat : 6)
b. Tahkim
(mediasi), yaitu salah satu upaya yang dilakukan untuk mendamaikan dua belah pihak
yang tengah berkonflik dengan mendatangkan mediator sebagai juru damai, sebagaimana
dikatakan dalam (Q.S. An-Nisa’: 35)
c. As-syura
(musyawarah) adalah salah satu jalan yang ditempuh untuk memecahkan persoalan dengan
mengambil keputusan dan berdasarkan kesepakatan bersama, terdapat dalam (Q.S.
Ali Imran: 158);
d. Al-‘afwu
(saling
memafkan), memaafkan merupakan indikator awal lahirnya kebaikan dan ketakwaan seseorang
(Q.S. Al-Baqarah: 237);
e. Al-ishlah
(berdamai),
setelah adanya upaya saling memaafkan, maka tahap selanjutnya yaitu berdamai.
Sebab Al-Quran sendiri menegaskan untukberdamai (Q.S. Al-Baqarah: 208)
f.
Al-‘adl
(berlaku adil), keadilan merupakan indikator ketakwaan seseorang (Q.S.Al-Maidah:
8).
Refences :
Kibtiyah, M. (2018). Sibling Rivalry dalam Perspektif Islam. Jurnal
Psikologi Islam , 45-58.
Komentar
Posting Komentar